HARI Perempuan Internasional (International Women’s Day) dirayakan pada tanggal 8 Maret setiap tahunnya. Hari Perempuan Internasional pertama kali dirayakan pada 28 Februari 1909 di New York. Demonstrasi pada 8 Maret 1917 yang dilakukan oleh para perempuan di Petrograd memicu terjadinya Revolusi Rusia.
Pada tahun 1977, Hari Perempuan Internasional diresmikan sebagai perayaan tahunan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memperjuangkan hak perempuan dan mewujudkan perdamaian dunia.
Di era kontemporere saat ini khususnya di wilayah Papua Barat, banyak perempuan yang tampil dalam arena politik. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya perempuan yang tampil di panggung politik.
Hal ini dikarenakan dari berubahnya pandangan tentang perempuan, mulai dari pandangan bahwa perempuan hanya berhak mengurus rumah tangga, menjadi pandangan bahwa perempuan sangat berperan dalam bidang ekonomi maupun politik.
Peran serta perempuan dalam bidang politik adalah hal yang cukup menarik perhatian, dan sangat penting. Menarik karena secara histori, perjuangan kaum perempuan di bidang politik sangat panjang, dan penting karena dapat berpengaruh pada kebijakan-kebijakan yang akan diambil, khususnya dalam kaitannya dengan isu perempuan secara menyeluruh dan terintegritas.
Peran perempuan dalam bidang politik saat ini semakin kelihatan, hal ini terlihat dari makin banyaknya kepala daerah, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), bahkan para Mentri yang diamanatkan terhadap perempuan.
Saat ini pada euforia Pemilu Legislatif banyak Caleg berasal dari kaum perempuan yang berada di wilayah Provinsi Papua Barat, tetapi sangat disayangkan bahwa tidak ada gerakan relawan atau simpatisan yang signifikan diantara para Caleg perempuan untuk mengusung isu yang berpihak pada kaum perempuan.
Dilihat pada banyaknya kebijakan yang belum berpihak pada perempuan yang tidak diperjuangkan, khususnya masalah pemberdayaan perempuan yang tertuang dalam Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Nomor 21 Tahun 2001 dalam Pasal 23.
Papua Barat membutuhkan bayak instrumen hukum seperti Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) dan Peraturan Daerah Istimewa (Perdasi) dalam pelaksanaan Otsus. Perempuan Papua Barat membutuhkan peraturan yang diharapkan para perempuan yang duduk di Legislatif dan Eksekutif sampai Yudikatif bisa membantu para kaum perempuan di Papua Barat.
Dengan dibentuknya intrument hukum untuk pelaksanaan Undang-undang Otsus yaitu Rancangan Peraturan Daerah Khusus (Raperdasus) bagi pemberdayaan ekonomi Mama-mama Papua, bisa mengorganisir diri dalam upaya memperjuangkan haknya mendapatkan perberdayaan melalui wadah solidaritas aliansi Mama-mama Papua, sehingga mampu memperkuat permodalan dan bisa saling meningkatkan kapasitas dalam hal ketrampilan khusus, dan akhirnya bisa berdampak pada penguatan lembaga dan manajemen lembaga.
Semua upaya pemberdayaan perempuan Papua ini seharusnya merupakan satu kesatuan dengan pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat yaitu Pasar Mama-mama papua yang menjadi wadah dan roh dari produk-produk yang berasal dari perkebunan, perikanan, dan ekonomi kreatif.***
Penulis: Elna Febi Astuti
Founder Noken Solutions
