Manokwari, harianpapuanews.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) provinsi dan kabupaten/kota se-Papua Barat diminta bekarja profesional guna menhindari potensi konflik menjelang proses pencoblosan, pemungutan. perhitungan dan penetapat surat suara Pemilu serentak 2019 yang akan berlangsung pada Rabu 17 April.
Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy mengeskan, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sudah jelas mengatur tugas dan kewenangan penyelenggaran Pemilu.
“Undang-undang tersebut merupakan bagian atau proses untuk mendewasakan cara-cara berdemokrasi di negara kita, karena selain mengatur soal mekanisme pemilihan, tapi juga mengatur tentang KPU dan Bawaslu dengan tugas-tugasnya masing-masing,” kata Christian saat dikonfirmasi awak media ini, Senin (15/04/2019).
Selin itu, jika dalam konteks pelaksanaan Pemilu kemudian kandidat pasangan Capres dan Celag baik dari pusat sampai daerah tidak puas dengan proses pemilihan/pencoblosan, maka mekanisme sudah diatur dalam Undang-undang tersebut. Karena itu, KPU dan Bawaslu selaku penyelanggaran harus menjalankan tugas-tugasnya dengan benar.
“KPU sebagai pelaksana Pemulu harus berdiri pada aturan yang berlaku. Jangan sampai ada upaya-upaya bermain mata dengan siapapun. Baik itu tim pemenang dari kandidat capres maupun para anggota dewan, baik pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Tetapi, proses ini harus dijalankan sesuai dengan aturan yang berlaku,” tegas Christian.
Dalam Undang-undang Pemilu, Bawaslu juga mempunyai kewenangan yang semakin meluas untuk menindak setiap pelanggaran Pemilu yang sifatnya administratif sampai kepada pelanggaran selisih perhitungan hasil rekapitulasi surat suara yang pada akhirnya berakhir di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
“Jadi, Bawaslu harus bermain perannya dengan baik sebagai wasit dalam kompetisi ini. Itu akan menarik sekali kalau Bawaslu menjalankan tugasnya secara benar menindak kecurangan-kecurangan Pemilu sesuai dengan prosedur,” ujar Christian.
Ironisnya, dalam penanganan beberapa kasus yang terjadi di Kabupaten Manokwari berjalan lamban. Salah satunya adalah proses hukum kasus dugaan kampanye terselubung penyaluran/pemasangan jaringan wifi indihome ke asrama mahasiswa yang bukti-bukti pendukungnay sudah sangat jelas.
“Bukti pendukung matrialnya kan sudah ada, tapi saya kaget baca koran dan media online ternyata kejaksaan bilang bahwa bukti-buktinya belum lengkap. Lalu penyidik Gakkumdu itu mereka kerjanya apa,” tanya Christian.
Padahal, kata Christian, Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) adalah garda terdepan dalam penindakan hukum jika terjadi indikasi tindak pidana Pemilu. Jika dalam prosesnya seperti ini, maka apa gunanya Gakkumdu itu dibentuk oleh Bawaslu.
“Dalam berbagai pengalaman Pemilu tahun ke tahun sejak 2014 sampai sekaran ini perannya Gakkumdu ini seperti tidak ada artinya sama sekali,” unkap Christian.
Menurut Christian, lebih baik Gakkumdu dihapus dan orang-orang profesional yang direktur untuk menjalankan tugas-tugas di Bawaslu, daripada melebarkan sayapnya menjadi bagian penindakan yang namanya Gakkumdu tetapi fungsinya tidak dijalankan secara maksimal.
“Buktinya perkara (pemasangan wifi indihome) itu sudah sampai di Kejaskaan tapi koordinator penyidiknya bilang ada banyak kelemahan-kelemahan pembuktian unsur dan segala macam. Lalu Gakkumdu itu kerja apa. Buang-buang anggaran aja,” jelasnnya. (mel)
