Manokwari, harianpapuanews.id – Pemerintah Provinsi Papua Barat menyatakan dalam pelaksanaan Sub Pekan Imunisasi Nasional Polio (Sub PIN Polio) yang diadakan pada 1-7 April 2019 dan 29 April-5 Mei 2019, sebanyak 285.230 anak berusia nol bulan sampai dengan kurang dari 15 tahun ditergetkan akan mendapatkan imunisasi Poliomielitis (Polio), di 173 Puskesmas dari 13 kabupaten/kota.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, Otto Parorrongan mengatakan, Sub PIN Polio ini dilaksanakan untuk menanggapi Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio di Papua Nugini yang telah memakan korban 26 Anak dan Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua yang telah menemukan kasus polio sebanyak tiga anak dengan satu anak mengalami kelumpuhan.
“Meskipun Papua sudah mengantisipasi integrasi pelaksanaan imunisasi massal Campak dan Rubella (MR) bersama Polio sejak Agustus sampai Desember 2018, tetapi Polio tetap terjadi pertama kali di Papua akibat cakupan imunisasi yang sangat rendah,” kata Otto melalui siaran persnya, Kamis (02/05/2019).
Menurut Otto, dengan adanya kasus tersebut Provinsi Papua dan Papua Barat serta Papua Nugini berada dalam satu pulau dengan perpindahan penduduk antar provinsi bahkan antar negara yang kerap terjadi, maka diperlukan perlindungan terhadap setiap penduduk terutama yang berumur 0 bulan sampai dengan kurang dari 15 tahun di Papua Barat dari penyakit Polio yang dapat menyebabkan kelumpuhan.
Perlindungan terhadap penyakit polio hanya dapat dicapai dengan imunisasi tetes polio pada 95 persen atau lebih anak di wilayah Provinsi Papua Barat, pemberian imunisasi tetes Polio di pintu masuk oleh KKP pada setiap warga negara Indonesia semua umur yang berkunjung ke Papua Nugini (PNG) atau pun Warga Negara PNG yang berkunjung ke Indonesia.
“Wilayah Indonesia yang dimaksud adalah dari Papua/Papua Barat ke PNG atau dari PNG ke Papua dan Papua Barat, disertai pencarian kasus lumpuh layuh akut pada anak dibawah 15 tahun sebagai pembuktian bahwa kasus polio memang tidak ada,” jelas jelas Otto.
Otto menjelaskan, dengan cakupan imunisasi yang tinggi (cakupan minimal 95 persen) akan terwujud pula kekebalan kelompok, sehingga mencegah penularan kepada kelompok usia dewasa/orang tua yang tidak mendapatkan imunisasi. Kekebalan kelompok adalah situasi dimana sebagian besar masyarakat terlindungi/kebal terhadap penyakit tertentu sehingga menimbulkan dampak tidak langsung (indirect effect), yaitu turut terlindunginya kelompok masyarakat yang bukan merupakan sasaran imunisasi dari penyakit yang bersangkutan.
“Sub PIN Polio adalah pemberian imunisasi tambahan Polio (bOPV, Vaksin Tetes Polio) yang bersifat wajib kepada kelompok sasaran imunisasi di provinsi tertentu tanpa memandang status imunisasi, sebagai upaya penanggulangan KLB (Kejadian Luar Biasa) Polio. Tujuan dari Sub PIN Polio ini adalah untuk memutus rantai penularan virus Polio dan memberikan perlindungan optimal kepada seluruh anak usia 15 tahun,” terang Otto.
Polio, sebut Otto, adalah penyakit kelumpuhan yang disebabkan oleh virus terutama menyerang pada anak-anak yang tidak mempunyai kekebalan terhadap virus Polio, kelumpuhan yang terjadi bersifat menetap seumur hidup. Penyakit ini sangat menular, tidak dapat disembuhkan dan bahkan dapat menyebabkan kematian.
“Penularannya melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi virus Polio. Selain itu, virus ini hanya hidup dan berkembang biak di usus manusia dan berkembang biak di usus dan keluar bersama tinja yang dapat mencemari lingkungan,” ungkap Otto.
Dasar hukum yang melandasi kegiatan ini adalah UUD 1945 Pasal 28B ayat (2) yang menyebitkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 28 H ayat (1) menjelaskan, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik, sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Serta UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 yang menerangkan, segala kegiatan menjamin dan melindungi anak bersama hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
Dan UU Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014 bahwa Pemerintah Daerah harus memperioritaskan urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar dengan berpedoman pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Yang artinya, imunisasi wajib diberikan pada bayi dan anak untuk mencegah sakit, kecacatan dan kematian.
“Tujuan imunisasi dapat dicapai hanya dengan cakupan yang tinggi, merata dan berkualitas di semua tingkatan administrasi, sehingga diperlukan dukungan pimpinan daerah dan semua pihak untuk meningkatkan kemauan dan kesadaran masyarakat untuk imunisasi dan mendukung Sub PIN Polio di Provinsi Papua Barat, sehingga kita dapat dapat mempertahankan Sertifikasi Bebas Polio di Indonesia yang di dapat pada 27 Maret 2014, sebagai hasil dari tidak dijumpainya lagi kasus polio sejak tahun 2006 di Indonesia,” pungkas Otto. (*/mel)