Manokwari, harianpapuanews.id – Dnas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua Barat (Pabar) bersama dinas kesehatan kabupaten/kota telah membuat peta endemisitas malaria tingkat kampung, distrik dan kabupaten untuk mempermudah melakukan intervensi/atau penanggulangan sesuai dengan tingkat permasalahan guna menindaklanjuti Program Bela Kampung (Bebas Malaria Kampung) dan Kebas Malaria (Keluarga Bebas Malaria).
“Pada tahun 2017, kami telah didistribusikan sebanyak 485.700 kelambu untuk diberikan kepada semua msayarakat secara gratis. Untuk kampung dengan kasus yang tinggi telah kami lakukan penyemprotan secara bertahap,” ungkap Kepala Dinkes Papua Barat Otto Parorongan, Senin (06/05/2019).
Tahun 2018 silam, kata Otto, telah diakukan penyemprotan sebanyak 1750 rumah yang ada di Kabupaten Manokwari dan Manokwari Selatan, Dan di tahun 2019 akan dilanjutkan di empat kabupaten yaitu, Manokwari, Manokwari Selatan, dan Teluk Wondama .
“Kami mengirim tim kesehatan bersama dengan kader untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan secara aktif dari kampung ke kampung yang masih tinggi kasus malarianya, yang kami sebut dengan MBS (Mass Blood Survey) serta penanganan kasus malaria di Puskesmas dan rumah sakit, sehingga pada tahun 2018 telah diperiksa sebanyak 94.124 orang,” ungkapnya.
Selain itu, kata Otto, ada juga pembentukan dan pelatihan kader, baik yang dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, Puskesmas maupn Lembaga Swadaya Masyarakat melalui Perdaki, sebanyak 750 kader malaria, dan melakukan pemberdayaan dengan metode Participatory Learning and Action (PLA) kepada 50 kampung di Kabupaten Manokwari Selatan, Sorong dan Fakfak.
“Telah dilakukan juga peningkatan kapasitas terhadap 150 analis dan 90 dokter dengan harapan, petugas tersebut dapat memberikan pelayanan yang terstandar kepada masyarakat,” jelas Otto.
Dinkes Papua Barat telah mebuat SMS gate way, pelaporan kasus malaria dengan menggunakan SMS sehingga setiap satu kasus malaria akan didatangi oleh petugas kesehatan untuk dilakukan investigasi dan penanganan, ini dilaksanakan di kabupaten dengan kasus yang sudah rendah, yaitu Kabupaten Sorong dan Sorong Selatan yang rencana tahun ini akan dikembangkan ke Kabupaten Teluk Bintuni, Kota Sorong dan Fakfak.
“Kami sadar bahwa program ini masiih belum sempurna dan masih perlu percepatan dan dukungan semua pihak, tapi perlu kami melaporkan bahwa, kasus malaria di Papua Barat saat ini sangat jauh menurun,” tutur Otto.
Sejak tahun 2009 silam, Menurut Otto, kasus malaria di Papua Barat sebanyak 50.766 kasus, jika dihitung dengan konfersi jumlah penduduk menghasilkan setiap 1000 penduduk yang tinggal di Papua Barat terdapat 85 orang yang terkena malaria. Dan pada tahun 2018 turun menjadi 7.352 kasus malaria, terdapat tujuh kasus positif malaria dalam setiap 1000 penduduk. Kasus ini menurun 11 kali lipat dibandingkan dengan tahun 2009.
“Target eliminasi bebas malaria adalah kasus dibawah 1 kasus dalam setiap 1000 penduduk di tahun 2024 dan mulai tahun 2024 sampai dengan 2027 tidak boleh terjadi penularan sehingga di tahun 2027 Papua barat dapat dilakukan sertifikasi provinsi bebas malaria,” pungkas Otto.
Seperti diketahui bersama, Gubernur Papua Barat Bersama Bupati, Walikota, DPR se- Papua Barat, pada 9 Agustus 2017 telah mendeklarasikan Program Bebas Malaria Kampung dan diperkuat dengan kegiatan Keluarga Bebas malaria yang di integrasikan dengan PIS-PK sebagai indikator tambahan dalam menentukan indeks keluarga sehat sebagai strategi untuk menuju eliminasi Malaria Papua Barat di tahun 2027. (mel)
