Manokwari, harianpapuanews.id – Masyarakat yang mengatasnamakan diri masyarakat adat mendatangi Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region (MOR) VIII, Jalan Trikora-Wosi Manokwari, Papua Barat, Kamis (20/06/2019) sekitar pukul 09.00 WIT. Massa yang berjumlah ratusan orang itu datang mendesak Pertamina segera menyelasaikan hak atas pembayaran tanahnya yang telah digunakan selama kurang lebih 39 tahun.
“Kami hadir untuk menyampaikan ganti rugi hak ulayat kami selama tiga puluh sembilan tahun yang tidak dibayar. Kami minta respon positif dari Pertamina, bila perlu dari BUMN harus turun tangan,” ungkap Isak Katebu salah satu demonstran.
Pemilk Hak Ulayat, Daut Mandacan mengatakan, urusan pembayaran atas lahan masyarakat adat yang diduduki Pertamina selama kurang lebih 39 tahun itu bukan lagi menjadi kewenangan pemerintah daerah dan provinsi, melainkan Pertamina Pusat.
“Bupati dan gubernur sudah tidak mau ikut campur dengan masalah ini, karena itu merupakan urusan Pertamina Pusat,” kata Daut kepada wartawan.
Daut menuturkan, aksi demonstrasi seperti ini sudah dilakukan beberapa kali, sehingga pada tahun 2003 masyarakat menerima ganti tanah seluas 15.489 meter persegi sebesar Rp700 juta dari seharusnya luas lahan 56.878 meter persegi yang digunakan Pertamina.
“Jadi, kami mendesak Pertamina segera selesaikan pembayaran, bayar tanah adat kami terhitung 20 Juni 2019-2 Juli 2019. Kalau tidak kami masyarakat adat akan kembali menduduki lahan ini,” tegas Daut.
Operation Manager TBBM Pertamina Manokwari, Jefri Makahekung berjanji akan meneruskan tuntutan yang disampaikan masyarakat kepada pimpinan tertingginya. Sebab, tugas dan tangung jawab hanya sebagai penyelenggara operasional pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk melayani kebutuhan masyarakat.
“Jujur saya disini hanya bertugas mendistribusikan BBM. Terkait tuntutan masyarakat akan kita teruskan ke (pimpinan) regional dan pusat, biar nanti mereka yang menjabwab persoalan ini,” jelas Jefri kepada wartawan.
Meski sudah menjalankan tugas selama dua tahun menjabat Manager TBBM Manokwari, Jefri mengaku belum mengetahui lahan yang dipersoalkan masyarakat pemilik hak ulayat sejak awal. Ketika berbicara regulasi dari objek lahan yang dipermasalahkan yang bersangkutan tak mau memberikan keterangan lebih jauh.
“Kalau bicara soal aturan dan segala macam saya no comment (tidak ada komentar) karena memang bukan kapasitas saya untuk menjawab itu,” tegas Jerfi.
Pantauan awak media ini, masa terlihat membawa sebuah spanduk besar bertuliskan kami pemilik tanah hak ulayat Pertamina-Wosi desak segera selesaikan pembayaran, bayar tanah adat kami terhitung 20 Juni 2019-2 Juli 2019. Kalau tidak diselesaikan pembayarannya, maka tanah hak ulayat kami tarik kembali dan Pertamina keluar dari tanah kami.
Sementara data yang diperoleh menyebutkan tanah adat yang dikuasi Pertamina adalah sebesar 56.878 meter persegi. Yang telah diberikan adalah seluas 15.489 meter persegi, sehingga tersisa 41.389 meter persegi.
Masyarakat menuntut agar Pertamina membayar ganti rugi harga tanah seluas 41.389 meter persegi senilai Rp4l3,890 miliar. Apabila tuntutan tersebut ditunda, maka Pertamina berkewajiban untuk membayar uang sewa penggunaan tanah ulayat selama 39 tahun terhitung sejak tahun l980 sebanyak Rp195 milar. (mel)