Manokwari, harianpapuanews.id – Ketua Komisi C pada Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP) Papua Barat, Imanuel Yenu menyebutkan, salah satu alasan kelompok kecil pengusahaan jasa kontruksi asli Papua setiap tahunnya melayangkan aksi demonstrasi terhadap pemerintah lantaran mereka tidak diakomodir dalam aktivitas pembangunan.
“Mereka punya semangat yang tinggi untuk terlibat dalam pembangunan, tapi ada diantara mereka yang tidak terakomodir karena kegiatan (proyek) yang disediakan oleh pemerintah terbatas,” kata Imanuel kepada wartawan, Selasa (30/10/2018).
Imanuel menjelaskan, jumlah kelompok kecil pengusaha asli Papua yang bergerak bidang jasa kontruksi bisa mencapai 70-80 persen, pengusaha kelompok menengah ketas berkisar antara 10-15 persen.
Ironisnya, jumlah proyek yang paling banyak dikerjakan adalah pengusaha menengah keatas. Akibanya, banyak pengusaha kecil yang tidak kebagian mengerjakan proyek yang disediakan oleh pemerintah karena skalanya terbatas.
“Pengusaha menengah keatas itu paling banyak kerja proyek. Padahal dari sisi jumlah mereka sedikit dibandingkan dengan pengusaha kelompok kecil. Itu yang membuat mereka (pengusaha kecil) tidak bisa terakomodir,” beber Imanuel.
Untuk mengatasi persoalan ini kembali kepada Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tentang bagaimana membuat kegiatan-kegiatan yang sifatnya menyentuh langsung masyarakat, tetapi tidak dalam volume besar sehingga visi dan misi gubernur bisa terakomodir.
Masyarakat bisa terlanyani, pengusaha asli Papua yang tadinya ribut-ribut bisa terakomodir sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 84 Tahun 2012 Pengadaan Barang/jasa Pemerintah dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
“Sekalipun regulasinya ada tapi kalau pejabat yang melaksanakan kegiatan-kegiatan ini tidak punya hati dan tidak punya niat memberdayakan pengusaha, maka aturan-aturan itu tidak berarti. Yang kita butuhkan adalah niat baik dan kesungguhan pejabat untuk memberdayakan pengusaha asli Papua,” ungkapnya.
Kelompok kecil pengusaha asli Papua dalam mengerjakan sebuah proyek, kata Imanuel, mereka tidak membutuh nilai kontrak yang tinggi melainkan bagaimana kesungguhan para pemangku kebijakan mau berdayakan mereka.
“Kalau tidak ingin mereka domo-demo lagi dan tidak ingin mereka datang ribu, maka pememrintah harus memperhatikan persoalan ini,” ujanya.
Di sisi lain, pengusaha asli Papua juga harus menjaga kepercayaan pemerintah. Terkadang pemerintah tak mau melanjutkan kontrak kerjasama dengan pengusaha asli Papua karena ada oknum pengusaha yang tidak bisa melaksanakan tanggung jawab yang diberikan pemerintah.
“Sepaham saya kalau seorang pengusaha bagus dalam melaksanakan tanggung jawab, tentu pemberi kegiatan juga serius untuk membina kita. Kalau pengusaha itu lalai, maka pemberi kerja juga akan berhati-hati memberikan kita proyek,” ujarnya.
Artinya, sebut Imanuel, apabila pemerintah telah memberikan sebuah pekerjaan kepada pengusaha melalui penunjukan langsung. Namun dalam perjalanan pengerjaan, ada oknum pengusaha yang tidak bertanggung jawab menuntaskannya, maka akan berdampak hukum bagi pemberi proyek itu sediri. Makanya pemberi proyek sangat berhati-hati dalam persoalan-persoalan seperti ini.
“Banyak aspek yang membuat pemerintah lebih berhati-hati di sini. Mereka tidak bisa mengabaikan hal ini karena kita tahu bahwa, banyak pejabat daerah yang ditangkap karena gagal menyelesaikan proyek dan lain-lain,” ungkapnya. (mel)
