Timika, harianpapuanews.id – Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika, Provinsi Papua, menyatakan tertutupnya aktivitas penerbangan akibat bencana Covid-19 membuat pasokan DOC atau bibit ayam petelur terhenti. Padahal usia ayam petelur yang ada lokasi peternakan lokal mulai afkir, akibatnya produksi telur diperkirakan menurun sebanyak 1000 rak perhari.
“Produksi telur kita selama ini 10-11 ton perhari. Pada bencana Corona ini timbul masalah bibit ayam petelur tidak bisa masuk karena ditutupnya penerbangan. Jika tidak bisa masuk, maka bulan Juni mendatang terjadi penurunan produksi 1000 rak perhari,” sebut Kadisnakeswan Pemkab Mimika, Yosefine Sampelino saat ditemui, di Hotel Grand Mozza Timika, Senin (27/4/2020).
Yosefine menjelaskan, bibit ayam petelur hanya bisa didatangkan dari Surabaya, Jawa Timur melalui jalur udara. Pasalnya, bibit ayam petelur ini merupakan anakan yang baru menetas satu hari dan sangat rentan mati. Jika pengirimannya menggunakan kapal laut membutuhkan waktu berhari-hari. Belum lagi bibit ayamnya dicapur dengan cargo kapal, maka itu bisa tertindis dan mati lantaran tidak ada yang memperhatikannya.
“Bibit ayam petelur ini sangat sensitif dan tidak bisa dikirim pakai kapal laut. Lokasi pengiriman terdekat hanya bisa dari Surabaya sedangkan penerbangan Surabaya-Timika tidak ada. Memang di Jakarta ada (bibit ayam petelur) tapi lokasi penetasannya jauh dari bandara, sehingga itu sangat berpotensi mati di perjalanan,” jelasnya.
Sebetulnya Disnakeswan Mimika dalam waktu dekat akan memasukkan bibit ayam petelur dimaksud untuk memenuhi permintaan peternak lokal. Namun, penerbangan dari Surabaya-Mimika sampai saat ini masih ditutup akibat Covid-19, sehingga rencana tersebut belum bisa direalisasikan.
“Minggu ini kami rencana mau masukkan bibit kalau bisa sekitar 230 box, tetapi sampai sekarang belum karena penerbangan masih ditutup,” ungkap Yosefine.
Yosefine menambahkan, jika harus menyewa pesawat untuk mendatangkan bibit ayam petelur, tentu membutuhkan anggaran yang cukup besar sekitar Rp800 Juta-Rp1 miliar. Ketika hal tersebut direalisasikan, maka harga jual telur akan melambung tinggi untuk menutupi biaya carter pesawat tadi.
“Kalau para peternak harus carter pesawat nanti bisa-bisa harga telur satu rak bisa tembus Rp500 ribu. Karena tidak mungkin para peternak mau rugi,” pungkasnya. (reg)
