Timika, HP
Sebanyak 107 di Kabupaten Mimika yang merupakan mahasiswa kelas Pengakuan Pengalaman Kerja dan Hasil Belajar (PPKHB) PGSD Universitas Cenderawasih (Uncen) yang dibiayai Pemkab Mimika mendesak untuk segera diwisuda.
Hal tersebut dikarenakan baru-baru ini dari sekitar 153 guru yang mengikuti program tersebut, hanya 46 guru yang diwisuda.
“Kami kuliah tidak ada masalah, tetapi pada saat akan wisuda kenapa kami tidak diikutkan. Kemarin mau yudisium kami lihat terkesan terburu-buru ini ada apa, kenapa yang diwisuda hanya 46 orang saja,” kata Koordinator Tim Inisiasi Pencari Donatur Kelas PPKHB, PGSD Uncen, Obed Gobay, saat melakukan jumpa pers di Kawasan Nawaripi dalam, Minggu (29/11).
Obed mengungkapkan bahwa program tersebut dibentuk untuk mengantisipasi adanya kebijakan dari pemerintah pusat yaitu guru yang bukan Sarjana akan di pensiun dinikan. Dengan program tersebut nantinya guru-guru yang belum menempuh pendidikan sarjana bisa di akomodir agar tidak terkena kebijakan pemerintah pusat tersebut.
“Pembicaraan awalnya akan diselesaikan oleh pemerintah daerah hingga wisuda. Tetapi setelah adanya penggantian pengurus untuk pengelolaan program ini akhirnya ada kebijakan lain sehingga dampaknya seperti ini,” ungkapnya.
Untuk terbentuknya program tersebut hingga masalah pembiayaan, Obed menjelaskan bahwa awalnya sudah melakukan pertemuan awal yang dipimpin oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mimika. Pada pertemuan itu juga disaksikan oleh Dekan dari Uncen yang dilakukan di Sentra Pendidikan.
“Kita dikumpulkan terkait program tersebut terus untuk pembiayaannya kita di bayarkan satu semester oleh Pemkab Mimika selanjutnya biaya kami tanggung sampai wisuda. Padahal awalnya dari pemerintah bilang pembiayaan dari pemerintah nanti bapak-bapak tinggal wisuda,” jelasnya.
Obed menambahkan, para guru sangat mengharapkan untuk bisa segera diwisuda. Hal tersebut dikarenakan mereka sudah berjuang untuk membiayai sendiri. Sedangkan pemerintah hanya melakakukan pembiayaan satu semester. Padahal, menurut Obed, di daerah lain dalam program tersebut semua dibiayai oleh pemerintah daerah.
“Kami biaya sendiri, jadi diperhadapkan pada posisi kami harus melunasi semua semester itu dengan swadaya masing-masing. Sementara kita guru-guru yang ada ini sudah ada yang tinggal 2 tahun pension, kemudian ada yang 3 tahun, lima tahun. Sementara anak-anak ada yang kuliah kemudian cucu ada yang sekolah, jadi akhirnya membuat kita ini yang ada di sini jadi kena dampak dari ketidakmampuan kami untuk membiayai kami punya diri sendiri untuk mendapatkan ijazah sarjana itu,” ujarnya.
Obed menambahkan, “Kami punya inisiasi untuk coba kumpul kumpul kumpul uang kemudian kita coba kumpulan kami ke Jayapura saya dan dia ke Jayapura kami ketemu dengan apa namanya bapak di bagian pendidikan, kemudian juga kakak bagian administrasi akademik. Kami menyampaikan persoalan seperti begini sehingga mereka ada pertemuan dengan rector, dorong supaya barang ini bisa dieksekusi bisa ditolong, karena kami hanya berpikir nanti tahun 2021 kami dipensiundinikan.” (reg)