Senin, 8 Maret 2021
  • Redaksi
  • Iklan
  • Pedoman
  • Kebijan Privasi
  • Ketentuan
Harian Papua
  • HOME
  • REGIONAL
    • PAPUA BARAT
    • PAPUA
    • KESEHATAN
    • PENDIDIKAN
    • SOSIAL & BUDAYA
  • HUKRIM
  • POLITIK
  • EKONOMI
    • BUMN
    • BISNIS
    • KEUANGAN
    • MAKRO
  • NASIONAL
  • OLAHRAGA
    • SEPAKBOLA
    • ALLSPORT
  • FEATURE
    • OPINI
    • ADVERTORIAL
  • GALERI
    • FOTO
    • VIDEO
  • Index
  • DownloadAPK
Tidak Ditemukan
LIhat Semua Hasil
Harian Papua
Tidak Ditemukan
LIhat Semua Hasil
Index OPINI

Kemelut Politik di Keerom Perbatasan Negara Peringatan Kegagalan Pemilu dan HAM

4 Februari 2019 - 5:22 WIT
KATEGORI : OPINI
Peter Tukan. FOTO:DOK/harianpapuanews.id
Share on FacebookShare on Twitter

PADA awal tahun 2019 ini, ketika Bangsa Indonesia sedang mempersiapkan pesta demokrasi Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) secara serentak (17 April 2019), masyarakat di Kabupaten Keerom, Papua-wilayah yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga Papua New Guinea (PNG) tengah dirundung kemelut (konflik) politik terkait semakin berlarutnya penetapan jabatan Wakil Bupati Keerom secara definitif oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Banyak pihak sangat khawatir, apabila kemelut politik ini tidak segera diantisipasi dan dikelola secara bijaksana dan tidak segera pula dituntaskan, maka tidak tertutup kemungkinan, kemelut politik tersebut menjadi benih kegagalan Pilpres dan Pileg, sekaligus kegagalan Negara Republik Indonesia dalam menegakkan Hak-hak Asasi Manusia (HAM) bagi masyarakat lokal (baca: Penduduk Asli Papua) di bidang politik.

Tinggal beberapa pekan lagi, tepatnya 17 April 2019 pesta demokrasi Pileg dan Pilpres  digelar secara serentak di seluruh Tanah Air Indonesia, bersamaan dengan itu, konflik politik di Kabupaten Keerom belum juga dapat diselesaikan. Rakyat setempat tidak akan dapat memusatkan perhatian mereka pada persiapan Pilpres dan Pileg karena masih dirundung kemelut politik lokal. Pilpres dan Pileg dapat saja tidak jadi digelar di wilayah ini atau dapat terjadi kekacauan pada hari pemungutan suara apabila konflik politik lokal yang sedang memanas ini tidak segera diakhiri.

BACAJUGA

Perindo-PKPI-PAN Sepakat Bentuk Sebuah Kendaraan Politik

Pemuda Papua Minta Semua Pihak Percayakan Sengketa Pilpres pada MK

KPU Manokari Musnahkan Ribuan Logistik Pemilu 2019

Repdem Papua Barat Deklarasi Menolak Berita Hoax dan Ujaran Kebencian

Kemelut politik lokal di Kabupaten Keerom saat ini, selain dapat menjadi sorotan masyarakat internasional di bidang penegakkan HAM, juga menjadi “amunisi” bagi para lawan politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dalam masa kampanye Pilpres ini, menuding Presiden Jokowi gagal mengelola konflik politik dan penagakkan HAM di Tanah Papua.

Pemerintah Indonesia melalui Wakil Tetapnya di Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Dubes Hasan Kleb telah mengundang Dewan HAM PBB untuk meninjau langsung situasi terkini di wilayah Provinsi Papua. Jadwal kunjungan tersebut sedang dibahas antara Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa itu dengan Komisioner HAM PBB, Michele Bachelet.

Tidak tertutup kemungkinan, Dewan HAM PBB tidak hanya meninjau daerah-daerah konflik kekerasan bersenjata di Papua seperti yang sedang terjadi di Kabupaten Nduga, tetapi juga melihat dari dekat konflik politik yang sedang  berlangsung  di Keerom, sebuah wilayah yang merupakan Beranda Indonesia di perbatasan  Negara tetangga  PNG.

Dengan berlarut-larutnya pelantikan wakil bupati Keerom hasil Pemilihan DPRD Keerom, yang digelar pada 26 November 2018  lalu, maka bola politik panas yang sedang digelindingkan pihak-pihak tertentu adalah Indonesia sedang tidak memberikan Hak kepada Orang Asli Papua (OAP) untuk berpartisipasi dalam pemerintahan, misalkan dengan menjadi Wakil Bupati Keerom sisa masa jabatan tahun 2016-2021. Patut dicatat baik-baik bahwa pada hari ini, yang menjabat sebagai Bupati Kabupaten Keerom adalah  bukan Orang Asli Papua. Isu ini akan mudah dimainkan untuk menuding Indonesia melanggar HAM  (bidang politik) di Papua.

Deklarasi Umun Hak-hak Asasi Manusia (HAM) PBB yang lahir pada 10 Desember 1948 ditandatangani 58 Negara  pada Pasal 21 menyatakan secara jelas bahwa: ”Setiap orang memiliki Hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan, termasuk Hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan negaranya”. Apabila, Indonesia menyatakan bahwa Papua adalah bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka pemberian kesempatan kepada OAP untuk berpartisipasi dalam pemerintahan merupakan sebuah keharusan. Mutlak dilaksanakan!    

Pihak Kementerian dalam Negeri sebagai pembina politik Negara berkewajiban memberikan pendampingan dalam proses penyelesiaan kemelut politik di Kabupaten Keerom saat ini, bukan hanya mengirimkan surat seperti yang dilakukan Dirjen Otda Dr Sumarsono, MDM kepada Gubernur Papua terkait pengusulan pengangkatan wakil bupati Keerom.   

Perseteruan di daerah-daerah konflik sangat sering melibatkan aparat keamanan Polri dan TNI. Dalam situasi konflik, yang biasa terjadi adalah, TNI dan Polri diterjunkan untuk mengamankan atau meredahkan pertikaian fisik dan senjata di tengah amukan massa. Ujung-ujungnya adalah aparat keamanan  berhadap-hadapan dengan massa yang adalah rakyat sipil. Apabila jatuh korban di pihak rakyat sipil maka TNI/Polri dituding telah melanggar HAM.

Apabila konflik fisik karena berlarutnya proses penetapan wakil bupati Keerom berakhir dengan jatuhnya korban jiwa dan musnahnya harta benda, maka pihak Kemendagri dapat saja “membela diri” dengan mengatakan bahwa Kemendagri melalui Dirjen Otda telah mengirim surat kepada Gubernur Papua. Dengan demikian, Kemendagri tidak dipersalahkan, yang nanti dipersalahkan adalah Gubernur Papua yang tidak melaksanakan isi surat Dirjen Otda.

Sepertinya, masyarakat di Papua sudah mengetahui cara bertindak dan cara kerja oknum-oknum pejabat Pemerintah Pusat di Jakarta yaitu selama situasi di daerah belum bergejolak, maka mereka bersikap tidak peduli dengan permasalahan yang ada. Nanti, apabila di daerah sudah terjadi perseteruan yang menimbulkan jatuhya korban jiwa dan kerusakan harta benda dalam jumlah yang banyak, barulah mereka mulai bergerak, mencari-cari kalimat pembelaan diri, mempersalahkan pejabat di daerah, mencuci tangan dan melepas tangan!

Selama ini, rakyat sudah mengetahui bahwa aparat TNI cukup sering ragu-ragu untuk bertindak jika terjadi konflik fisik antarmassa, karena khawatir nanti dituding melanggar HAM dan TNI pun menganggap permasalahan ini merupakan wewenang polisi lantaran konflik kekerasan yang terjadi  merupakan persoalan Kamtibmas. Jika ada permasalahan Kamtibmas maka itu merupakan urusannya Polisi bukan Tentara. Dalam hal ini, Tentara  juga dapat membela dirinya.

Bersamaan dengan itu, rakyat juga sudah mengetahui bahwa polisi sangat sering datang atau tiba di tempat kejadian perkara (TKP) setelah berakhirnya sebuah konflik kekerasan. Polisi datang hanya untuk “melingkarkan pita kuningnya”. Polisi datang bukan untuk mencegah “kebakaran” atau memadamkan “kebakaran” tetapi melingkarkan pita kuning usai kebakaran. Bukti yang dibutuhkan polisi  adalah: abu dan arang sisa-sisa kebakaran dan berserakan mayat-mayat  korban kekerasan. Polisi baru bertindak, jika sudah ada bukti lapangan, paling kurang dua alat bukti!

Polisi dan Tentara juga kadang ogah bertindak menghalau massa yang beringas berunjuk rasa di kantor-kantor pemerintahan karena mereka sendiri menyadari  bahwa dirinya  hanya dijadikan sebagai “pemadam kebakaran” oleh para politisi dan penguasa yang korup.

“Pejabat itu yang korupsi, kolusi dan nepotisme serta menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga dan kroni-kroninya. Saat rakyat mengamuk, justru polisi dan tentara yang jadi sasaran amukan massa. Yang berhadap-hadapan dengan rakyat sipil justru polisi dan tentara. Enak benar dia ya…..” demikian sering diungkapkan polisi dan tentara yang bertugas di lapangan.

Realitas Politik Keerom

Walaupun pemilihan calon Wakil Bupati Keerom  oleh DPRD Keerom telah berlangsung pada 26 November 2018 yang  berhasil memilih calon Wabup atas nama Piter Gusbager untuk selanjutnya diusulkan kepada Gubernur Papua dan Mendagri guna ditetapkan sebagai Wakil Bupati Keerom definitf namun hingga hari ini, Kementerian Dalam Negeri belum juga menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Pengangkatan Calon Wakil Bupati Keerom menjadi Wakil Bupati Keerom sisa masa jabatan Tahun 2016-2021.

Akibat berlarut-larutnya proses penetapan dan pelantikan Wakil Bupati Keerom ini, maka terjadi gejolak politik dalam masyarakat Keerom. Banjir unjuk rasa rakyat Keerom terus berlangsung. Konflik antara masyarakat adat Keerom dengan Bupati Keerom pun tidak terelakkan lagi. Urusan untuk mendapatkan SK Mendagri  itu pun menjadi terkatung-katung. Tidak tertutup kemungkinan, rakyat Keerom akan turun lagi dalam jumlah yang lebih banyak untuk berunjuk rasa di Kantor Bupati Keerom dan DPRD Keerom menuntut segera hadirnya Wakil Bupati Keerom definitif.

Pada 18 Januari 2019, Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Dr.Sumarsono,MDM mengirimkan surat kepada Gubernur Papua bernomor: 132.91/361/OTDA perihal Usulan Pengangkatan Wakil Bupati Keerom Sisa Masa jabatan Tahun 2016-2021 yang intinya menyatakan perlu ada “Kesepakatan” partai politik atau gabungan partai politik pengusung untuk mengusulkan dua nama calon wakil bupati. Selain itu meminta agar Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) “Menyepakati” untuk mengusulkan dua orang calon wakil bupati Keerom.

Lebih dari itu, diminta pula kepada Gubernur Papua agar melengkapi berkas usulan tersebut dengan satu dokumen yang menunjukkan “Kesepakatan” dari partai politik  pengusung sebagai dasar untuk proses lebih lanjut. Surat Dirjen Otda tersebut dilandasi penafsiran atas amanat Pasal 176 Undang-Undang (UU) Nomor 10 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Lahirnya Surat Dirjen Otda tersebut di atas memunculkan gelombang unjuk rasa masyarakat adat Keerom di Kantor Bupati Keerom pada pekan terakhir Januari 2019. Dan untuk meredahkan emosi para pengunjuk rasa serta mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan bersama maka pada 30 Januari 2019, terjadi “Kesepakatan Bersama” antara Bupati Keerom, DPRD Keerom, Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera dengan Dewan Adat Keerom yang antara lain menyepakati bahwa perwakilan masing-masing pihak akan berkoordinasi ke DPP PKS dan DPP Partai Golkar serta Kementerian Dalam Negeri guna mempercepat  proses pengisian jabatan  wakil bupati Keerom.

Selain itu disepakati bahwa PKS Kabupaten Keerom akan membuat surat keterangan tentang kewenangan pemberian rekomendasi pengisian wakil bupati Keerom. Terbitnya Surat Dirjen Otda Dr Sumarsono,MDM tertanggal 18 Januari 2019 Nomor 132.91/361/OTDA tersebut  membuka peluang sangat besar bagi  banyak pihak untuk mengajukan protes dan keberatan kepadai Dirjen Otda Kemendagri. Di sini, permasalahan Keerom akan melahirkan konflik baru yang berkepanjangan.

Siapa atau pada pasal berapa dari UU Nomor 10 Tahun 2016 itu menghendaki adanya “Kesepakatan” antara partai pengusung? UU tersebut secara terang benderang meminta kepada partai politik atau gabungan partai politik  pengusung untuk mengusulkan dua orang calon wakil bupati. Tidak ada kata “Kesepakatan” di dalam UU tersebut.

Siapa juga yang menyatakan bahwa Partai Golkar dan PKS masing-masing tidak atau belum mengusulkan dua nama calon wakil bupati Keerom? Justru Bupati Keerom Muh.Markum yang pada 10 Oktober 2018 mengirimkan surat bernomor 132/479/BUP kepada Ketua DPRD Keerom menyatakan menyetujui  dua calon wakil bupati Keerom yang diusulkan Partai Golkar atas nama Herman Yoku dan Piter Gusbager.

Begitu pula, pada tanggal 26 November 2018 (pada hari itu juga digelar Pemilihan Wakil Bupati Keerom), Bupati Keerom Muh.Markum mengirimkan lagi surat kepada Ketua DPRD Keerom bernomor:132/563/BUP yang isinya  menyatakan persetujuannya atas  dua calon wakil bupati Keerom yang diusulkan Partai PKS atas nama Longginus Fatugur dan Melansius Musui.

Mengapa usulan dua nama calon wakil bupati Keerom dari PKS tersebut dan Surat persetujuan   Bupati Keerom  atas usulan PKS itu tidak diakomodir oleh DPRD Keerom, karena  surat persetujuan Bupati Keerom tersebut tiba di DPRD Keerom bersamaan harinya dengan digelarnya  Rapat Paripurna Pemilihan Wakil Bupati Keerom  tanggal  26 November 2018 padahal jadwal penyampaian nama bakal calon wakil Bupati Keerom itu sudah harus diajukan dalam Rapat Paripurna DPRD Keerom tanggal  24 Oktober 2018.

Apabila PKS ingin mengajukan calon wakil bupati Keerom maka harus diajukan pada  tanggal 24 Oktober 2018, bukan pada tanggal 26 November 2018 saat digelarnya pemilihan Wakil Bupati Keerom oleh DPRD Keerom. Sejarah mencatat, hingga kini, masih terdapat sekitar lima ribu lebih  masyarakat asli Papua bermukim di PNG akibat perbedaan pilihan politik masa lalu. Wilayah Keerom sejak dulu  dikenal sebagai salah satu wilayah rawan konflik kekerasan bersenjata. Wilayah perbatasan ini dikenal sangat mudah terjadi mobilisasi dan migrasi  antarpenduduk yang bermukim di perbatasan kedua negara itu.

Sejak tahun 1964 masa pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto dilaksanakan secara besar-besaran program transmigrasi di wilayah Keerom dengan menempatkan sedikitnya tiga ribu jiwa (pada waktu itu). Para transmigran ini sudah beranak-pinak di Keerom. Wilayah Kabupaten Keerom merupakan sebuah wilayah rawan konflik, selain karena terletak di wilayah perbatasan antarnegara Indonesia dengan PNG, juga karena di wilayah ini bermukim ratusan ribu masyarakat transmigran.

Hasil Penelitian

Dalam Buku “Paradoks Papua” (Pola-pola Ketidakadilan Sosial, Pelanggaran HAM dengan Fokus di Kabupaten Keerom) para peneliti yaitu  Cypri Dale dan John Djonga memberikan Rekomendasi antara lain menegaskan bahwa keadilan sosial, hak atas pembangunan, dan kebijakan afirmatif bagi Orang Asli Papua belum terwujud di Kabupaten Keerom.

Pola ketidakadilan dan peminggiran atau marginalisasi di Kabupaten Keerom mengikuti irisan ras, dimana mayoritas orang asli Papua berada di pinggiran dalam pola sentral-periferi atau berada di bawah dalam pola piramida. Proses dan hasil pembangunan diakses secara lebih besar oleh para migran atau penduduk non-Papua yang jumlahnya melampaui jumlah penduduk asli akibat program transmigrasi pemerintah dan migrasi spontan. Akses terhadap proses dan manfaat pembangunan justru ditangkap  dan dikuasai oleh migran non-Papua, sementara orang Papua terutama yang berada di pinggiran dan di pedalaman tidak ikut menikmati pembangunan yang ada.

Terkait dengan HAM, Rekomendasi peneliti menyatakan bahwa Negara belum mengambil langkah yang jelas untuk memenuhi Hak atas pembangunan orang Papua. Mengacu kepada deklarasi HAM PBB tentang Pembangunan, sampai sejauh ini orang Papua belum menikmati “proses ekonomi, sosial, kultural dan politik yang menyeluruh, yang bertujuan untuk memperbaiki secara konstant kemsalahatan segenap warga dan semua orang lewat peranserta yang aktif dalam  pembangunan dan distribusi yang adil atas hasil pembangunan. ***

Oleh: Peter Tukan  

Penilis Adalah Wartawann Aktif 1984-2010

 

 

Tags: Pemilu2019

BeritaTerkait

Perindo-PKPI-PAN Sepakat Bentuk Sebuah Kendaraan Politik

Perindo-PKPI-PAN Sepakat Bentuk Sebuah Kendaraan Politik

Pemuda Papua Minta Semua Pihak Percayakan Sengketa Pilpres pada MK

Pemuda Papua Minta Semua Pihak Percayakan Sengketa Pilpres pada MK

KPU Manokari Musnahkan Ribuan Logistik Pemilu 2019

KPU Manokari Musnahkan Ribuan Logistik Pemilu 2019

Repdem Papua Barat Deklarasi Menolak Berita Hoax dan Ujaran Kebencian

Repdem Papua Barat Deklarasi Menolak Berita Hoax dan Ujaran Kebencian

Berita Selanjutnya
Sejumlah Rumah Warga Wasior Terendam Banjir

Sejumlah Rumah Warga Wasior Terendam Banjir

Masyarakat Puncak Protes Kenaikan Harga Tiket Pesawat Perintis

Masyarakat Puncak Protes Kenaikan Harga Tiket Pesawat Perintis

Berita Terbaru

  • Kegiatan Belum Berjalan, Yanengga Menduga PON Terancam Tunda
  • Songsong HUT ke 3, Persemi Allstar dan Klub Sepakbola Bersih-Bersih Kota
  • Yayasan Hermon Timika Siap Wujudkan Mimika Jadi Kota Studi
  • Tahun Ini Dispusip Mimika Tak Lakukan Pengadaan Buku
  • Babinsa Bersama Warga Kerja Bakti Bersihkan Lapangan Bola
  • Dinkes Beri Sinyal Sekolah Tatap Muka Bisa Dilakukan

    Dinkes Beri Sinyal Sekolah Tatap Muka Bisa Dilakukan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pemkab Mimika Lanjutkan Pembatasan Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dua Pejabat Polres Mimika Dipromosi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kontak Tembak di Mil 53, Situasi Distrik Tembagapura Kondusif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dewan Desak Atap Gedung DPRD Harus Dirubah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Populer Ekonomi

Kantor PT. Putra Otomona Jaya Mulai Dibangun

Disnaker Mimika Sumbang Genset Untuk Masyarakat Tembagapura

Pemkab Mimika Rencana Hentikan Aktifitas Ekonomi 24 Jam

CSR Pertamina Lanjutkan Program Rumah Pintar Jayapura

Deraya Air Resmi Beroperasi di Timika

Populer Regional

Dewan Desak Atap Gedung DPRD Harus Dirubah

Galian C di Mile 32 Diminta Buka Kembali

Seluruh Penumpang KM Papua Star Ditemukan Selamat

Foto e-KTP Rusak Bisa Diganti di Kantor Disdukcapil

KM Papua Star Tenggelam di Muara Basim, 3 Orang Hilang

Populer Hukrim

Pasca Kontak Tembak TNI-Polri Vs KKB, Dandim Ingatkan Masyarakat Tidak Perlu Cemas

DPO Polres Asmat Berhasil Dibekuk di Timika

Polda Papua Sita Helikopter Pengangut Alat Tambang Emas Ilegal

Jok Motor Dicungkil Paksa, Uang Rp 10 Juta Raib

Seorang Ayah Setubuhi Anak Tirinya Selama Tiga Tahun

  • Redaksi
  • Iklan
  • Kebijan Privasi
  • Ketentuan
  • Pedoman
  • Index

Copyright 2019 PT. Indimatajeng Grafika Suara Papua - All right reserved

Tidak Ditemukan
LIhat Semua Hasil
  • HOME
  • REGIONAL
    • PAPUA BARAT
    • PAPUA
    • KESEHATAN
    • PENDIDIKAN
    • SOSIAL & BUDAYA
  • HUKRIM
  • POLITIK
  • EKONOMI
    • BUMN
    • BISNIS
    • KEUANGAN
    • MAKRO
  • NASIONAL
  • OLAHRAGA
    • SEPAKBOLA
    • ALLSPORT
  • FEATURE
    • OPINI
    • ADVERTORIAL
  • GALERI
    • FOTO
    • VIDEO
  • Index
  • Download

Copyright 2019 PT. Indimatajeng Grafika Suara Papua - All right reserved

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
sponsored