Manokwari, harianpapuanews.id – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy mengatakan bahwa banyak aktivis maupun advokat dan pembela HAM serta para keluarga korban Pelanggaran HAM di Tanah Papua menyampaikan ketidakpercayaan terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dalam menyelesaikan berbagai kasus sugaan pelanggaran HAM berat di Indonesia, khususnya tiga kasus di Tanah Papua yang sudah melalui mekanisme dan proses hukum yaitu kasus Wasior (2001), kasus Wamena (2003) dan kasus Paniai (2014).
“Presiden Jokowi dan Wapres JK masih memiliki waktu tersisa kurang dari satu tahun untuk membuktikan janjinya kepada para korban pelanggaran HAM dan rakyat Indonesia, sehingga perlu dipahami hambatan-hampatan internal yang ada di sekitar lingkaran pemerintahan Jokowi-JK,” kata Warinussy melalui pres rilisnya, Senin (05/11/2018).
Menuru Warinussy, mambatan pertama karena tidak adanya kemauan politik (political will) pemerintah Jokowi dalam menuntaskan penyelesaian pelanggaran HAM tersebut, kendatipun ada niat dan keinginan baik dari seorang Presiden Jokowi.
“Jika para pembantunya seperti Menteri Negara Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto tidak menginginkan langkah penyelesaian kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM tersebut dijalankan, maka tentu prosesnya tidak akan berjalan sama sekali,” jelas Warinussy.
Warinussy menuturkan, tawaran Wiranto agar penyelesaian kasus pelanggaran HAM ditempuh melalui jalur non yudisial adalah suatu pertanda buruk dan hambatan berat dalam proses penegakan hukum atas kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM tersebut.
“Apalagi ada tawaran dari Wiranto bahwa pelanggaran HAM di Indonesia dan Tanah Papua dapat diselesaikan melalui jalur non yudisial atau rekonsiliasi dan tanpa adanya permintaan maaf dari negara kepada para korban pelanggaran HAM tersebut,” terangnya.
Hambatan lain juga terdapat di Jaksa Agung M. Prasetyo yang menurut hemat Warinussy, tidak mengamankan perintah Presiden Jokowi dalam konteks penyelesaian kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM tersebut. Berkenaan dengan itu, Warinussy mendesak Presiden Jokowi agar segera mengganti Wiranto dan M. Prasetyo dari jabatan sebagai Menko Polhukam dan Jaksa Agung.
Pergantian tersebut penting dilaksanakan demi upaya penuntasan kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM yang berat di Indonesia dan Tanah Papua sesuai amanat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM dan Undang-Undang Nom26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.
“Penggantian Wiranto dan M.Prasetyo penting dilakukan dengan orang/figur pejabat yang lebih memahami hukum dan HAM demi mewujudkan Nawacita Presiden Jokowi dan Wapres JK,” terangnya.
Kata Warinussy, sebelumnya majalah Tempo edisi 28 Oktober 2018 pada halaman 32 menurunkan catatan bidang politik berjudul ‘Tinggi Gunung Seribu Janji” yaitu berisi headline yang berbunyi hingga tahun keempat berkuasa, pemerintahan Jokowi-JK belum melunasi janji kampanye menuntaskan pelanggaran HAM berat.
“Pemerintah tak berniat membawanya ke pengadilan, pemerintah ingin masalah itu selesai dengan rekonsiliasi dan tanpa permintaan maaf, sehingga Komisi Nasional HAM menyoroti peran Wiranto,” pungkasnya. (*/mel)
